A. Bacaan Imalah
Imalah ( الْإِِمَالَةُ ) dalam
arti bahasa berarti condong atau miring. Sedangkan menurut istilah
adalah mencondongkan bacaan harakat fathah pada harakat kasrah sekitar
dua pertiganya.
Dalam Mushaf Utsmani yang digunakan oleh umat Islam Indonesia, bacaan imalah ini ditandai dengan tulisan (إِمَالَةٌ ) kecil diatas lafadh yang dibaca imalah.
Bacaan imalah dibagi menjadi dua macam yaitu:
1. Imalah Shughra ( الْإِِمَالَةُ الصُّغْرٰى )
2. Imalah Kubra ( الْإِِمَالَةُ الكُبْرٰى )
Imalah Shughra
adalah setelah bacaan imalah tersebut masih diwashalkan pada lafadh
lain, sehingga tidak berhenti disitu saja. Menurut Imam Hafash, bacaan
imalah hanya pada QS. Huud ayat 41, selainnya tidak ada. Karenanya
beliau hanya menyatakan satu imalah dalam al-Qur’an sehingga tidak ada
pembagian imalah. Ayat yang dimaksud adalah :
وَقَالَ ارْكَبُوْا فِيْهَا بِسْمِ اللهِ مَجْرٰ امالة ىهَا وَمُرْسَاهَا
Pada lafad مَجْرٰ ىهَا maka cara membacanya Majreha.
Imalah Kubra
adalah setelah bacaan imalah tersebut diwakafkan sehingga berhenti
disitu saja. Kriteria imalah kubra adalah semua lafadh dalam al-Qur’an
yang akhirannya terdapat Alif Maqsurah (alif bengkong). Pendapat ini
dikemukakan oleh Imam Warasy misalnya pada lafadh:
اَحْوٰى Dibaca Ahwe, وَاتَّقٰى Dibaca Wattaqe
اِسْتَغْنٰى Dibaca Istaghne, فَتَرْضٰى Dibaca Fatardhe
Namun terdapat pengecualian yaitu khusus bagi nama manusia yang
akhirannya terdapat alif maqsurah, tetap dibaca apa adanya tidak boleh
dibaca imalah. Misalnya:
عِيْسٰى , مُوْسٰى , يَحْيٰى , مُصْطَفٰى
B. Bacaan Isymam
Isymam ( الْإِِشْمَامُ ) dalam
arti bahasa berarti monyong atau mecucu. Sedangkan dalam arti istilah
ulama’ Qurra’ adalah mengkombinasikan harakah fathah dengan harakat
dhammah disertai monyong bibirnya.
Bacaan isymam dalam al-Qur’an ditandai dengan tulisan إِشْمَامُ kecil yang berada di atas lafadh yang dibaca isymam.
Menurut Imam Hafash bacaan isymam hanya berlaku disatu tempat, yaitu QS. Yusuf ayat 11:
اشمام
قَالُوْا يَٓااَبَانَامَالَكَ لَاتَأْمَنَّــــــاعَلٰى يُوْسُفَ وَاِنَّا لَهٗ لَنَاصِحُوْنَ
Pada lafadh تَأْمَنَّـا cara membacanya adalah sebagai berikut :
1. Nun tasydid diuraikan sehingga menjadi dua nun: yang satu mati (sukun) sedang yang lain hidup (fathah). Misalnya lafadh : لَاتَأْمَنْنَا
2. Nun mati pertama sebagai tempat bacaan isymam, sehingga melafadkan nun itu (لَاتَأْمَنْ) , kedua bibir dimonyongkan ke depan sebagaimana melafadkan huruf nun (melalui asmaul huruf).
3. Menarik bibir yang monyong tersebut sambil mengucapkan nun kedua, sehingga lengkap menjadi : لَاتَأْمَنْنَا
Bacaan Naql
Naql ( النَّقْلُ ) berasal dari akar kata ( نَقَلَ
) yang artinya memindah. Sedangkan menurut istilah ulama Qurra’ adalah
memindahkan harakat huruf yang hidup pada huruf yang mati sesudahnya.
Tujuan Naql dalam membaca al-Qur’an adalah untuk mempermudah
bacaannya. Karena dengan adanya bacaan naql ini, seorang pembaca mudah
melafadkan kalimat tertentu dan tanpa mengalami kesulitan karena harakat
hurufnya.
Contoh :
1. Dalam QS. Al-Hujarat ayat 11 tertulis:
بِئْسَ اْلاِسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ اْلاِيْمَانِ
Lafadh بِئْسَ اْلاِسْمُ selanjutnya dibaca naql dengan بِئْسَ لِسْمُ yakni memindahkan harakat alif (kasrah) pada huruf lam yang mati.
2. Dapat pula berlaku di akhir lafadh dengan syarat lafadh itu harus
diwakafkan (berhenti), sebab jika diwashalkan maka tidak dapat dibaca
naql. Contoh:
QS. Aali Imran, ayat 18:
اَنَّهُ لَٓااِلٰهَ اِلَّاهُوَوَاْلمَلَٓائِكَةُ وَاُولُواْالعِلْمِ قَائِمًا بِاْلقِسْطِ
Letak Naql adalah pada lafadh بِاْلقِسْطِ jika diwakafkan maka boleh dibaca naql dengan بِاْلقِسِطْ memindah harakat kasrah huruf tha pada sin yang disukun.
QS. Al-‘Arof ayat158:
لَهٗ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَاْلاَرْضِۚ لَآاِلٰهَ اِلَّاهُوَ يُحْيٖى وَيُمِيْتُ
Letak Naql adalah lafadh الاَرْضِ jika diwakafkan, maka boleh dibaca naql dengan الاَرِضْ yaitu memindah harakat kasrah huruf dhad pada huruf ra’ yang mati.
Walaupun demikian, tidak semua lafadh boleh dibaca naql bila
diwakafkan, yaitu lafadh yang huruf sebelum akhir berupa huruf mad atau
huruf lien misalnya:
QS. Al-‘Araf ayat 158 وَيُمِيْتُ tidak boleh dibaca وَيُمِيُتْ
QS. Al-‘Araf ayat 85 شُعَيْبًا tidak boleh dibaca شُعَيَبْـا
QS. Bani Israil ayat 61 اِلَّااِبْلِيْسَ tidak boleh dibaca ْاِلَّااِبْلِيِس
E. Bacaan Tashil
Tas-hil ( تَسْهِيْلٌ ) mempunyai akar kata سَهُلَ
yang artinya mudah. Adapun yang dimaksud bacaan tashil menurut ulama
Qurra’ adalah upaya memindahkan bacaan ayat-ayat al-Quran dengan cara
memindahkan harakat atau membuang huruf tertentu. Tujuannya adalah agar
lafadh tersebut tidak sukar diucapkan.
Contoh pada QS. Fushilat ayat 44:
وَلَوْجَعَلْنَاهُ قُرْاٰنًا اَعْجَمِيًّا لَقَالُوْالَوْلاَفُصِّلَتْ اٰيٰتُهُ ءَاَعْجَمِيٌّ وَعَرَبِيٌّ
Letak Tashil pada lafadh ءَاَعْجَمِيٌّ ,
karena membaca pada dua hamzah itu sulit, maka hamzah yang satu dibaca
tashil dengan hamzah yang kedua, sehingga kedua hamzah itu cukup dibaca
satu saja dengan memanjangkannya (dibaca mad). Jadilah cara membacanya menjadi : اٰعْجَمِيٌّ
Menurut imam Hafash lafadh: ءَاَعْجَمِيّ
dapat dibaca dua versi. Pertama, dibaca sebagaimana di atas, sedangkan
yang kedua boleh dibaca dengan alif yang kedua agak condong pada huruf
ha’ walaupun tidak terlalu ditampakkan huruf ha’nya, yakni : ءَهْعْجَمِيٌّ
Sampai disini penjelasan tentang bacaan Imalah, Isymam, Saktah, Naql, dan Tashil.
Sebagaimana uraian diatas dan contoh-contoh dalam al Qur’an cukup jelas
dan detail, mudah-mudahan dapat kita pahami untuk kemudian dapat di
praktekkan dalam bacaan kita sehari-hari. Amien..